Top News

Bab 8 -- Kesepakatan antara suami istri

 




Bab 8 --  Kesepakatan antara suami istri


Beberapa detik setelah Lin Ruolan menutup telepon, suara ketukan terdengar dari pintu.

"Siapa?" tanyanya.

"Itu aku, bukalah," sahut suara di luar.

Lin Ruolan terkejut. Itu suara Jiang Nan.

Ia ragu sejenak, lalu membuka pintu.

"Kenapa kau datang secepat ini?"

"Ada apa dengan Ke'er?" Jiang Nan langsung masuk ke dalam.

"Dia sakit dan tidak mau minum obat," jawab Lin Ruolan, wajahnya penuh kekhawatiran.

"Kalau begitu, bawa dia ke rumah sakit sekarang juga. Jangan buang waktu!" Jiang Nan melangkah mendekat, hendak memeluk Ke'er.

"Dia sudah sakit sejak lama. Obat bisa membantunya, tapi hari ini dia menolak minum dan memaksaku menyuapinya."

Nada Lin Ruolan sedikit meninggi. Selama bertahun-tahun ia membesarkan putrinya sendirian. Kini, Jiang Nan muncul dan dengan mudah masuk ke dalam peran ayah. Dalam hatinya, ada rasa marah... dan sedikit cemburu.

"Ke'er, jadilah anak yang baik. Setelah minum obat, Ayah akan bercerita, ya?"

Dengan lembut, Jiang Nan memberikan obat kepada putrinya.

"Oke, Ayah! Ayah sudah selesai bekerja? Mulai sekarang, Ayah boleh memberiku obat setiap hari, ya? Kalau begitu aku akan sangat patuh."

Setelah meminum obat, batuk Ke'er berhenti. Wajahnya yang pucat mulai bersemu merah.

"Oke, Ayah janji."

"Ayah baik sekali... janji ya? Aku sayang Ayah."

Lin Ke'er memeluk dan mencium pipi Jiang Nan, matanya masih berkaca-kaca.

Jiang Nan menemani putrinya hingga tertidur, lalu bangkit untuk pergi.

Lin Ruolan duduk di luar dengan sebotol anggur merah di tangannya, terlihat sangat tertekan.

"Minum larut malam tidak baik untuk kesehatanmu," ujar Jiang Nan seraya mengulurkan tangan, mencoba mengambil gelas itu.

"Apa urusanmu? Kau di mana saja selama ini?" bentak Lin Ruolan tajam.

"Maaf, Lan. Aku akan berusaha menebus segalanya—untukmu dan untuk Ke'er, aku..."

"Cukup. Aku tidak mau dengar omong kosongmu lagi."

Lin Ruolan menenggak sisa anggur di gelasnya dalam satu tegukan. Tangannya sedikit gemetar saat hendak menuangkan lagi, tapi Jiang Nan lebih cepat dan mengambil botol itu.

Melihat Lin Ruolan tampak terguncang, ia bertanya dengan serius, "Apa yang terjadi? Ini tentang Ke'er, bukan?"

Tatapan Lin Ruolan penuh luka dan amarah. Bibirnya bergetar sebelum akhirnya bicara.

"Ini salahku... aku tak punya cukup waktu untuk merawatnya. Ia lahir lemah dan sakit-sakitan. Dokter bilang dia harus menunggu sampai cukup umur untuk menjalani operasi. Untuk sekarang, dia hanya bisa bertahan dengan obat."

Lin Ruolan tak pernah lupa rasa sakit yang ia alami saat melahirkan Ke'er—bukan secara fisik, tapi emosional. Di saat ibu-ibu lain dirawat oleh keluarga dan suami, ia seorang diri menjaga bayi kecil itu.

Ia tak pernah memberi tahu siapa pun tentang kelahiran putrinya.

Keluarga Lin menentangnya memiliki anak dan memaksanya menikah dengan orang lain. Tapi Ruolan bersikeras. Ia bahkan memutuskan hubungan dengan keluarga demi mempertahankan anaknya.

"Kenapa kau tidak membiarkan orang tua angkatku mengurus Ke'er? Itu bisa meringankan bebanmu..." tanya Jiang Nan perlahan.

"Seluruh keluarga Jiang menganggap Ke'er anak haram. Orang tuamu juga menderita karena ulahmu. Aku tak ingin melibatkan siapa pun."

Lin Ruolan menyeka air matanya, lalu tersenyum pahit.

"Tapi hari ini, aku sadar... Ke'er sangat membutuhkanmu."

"Tentu saja. Hubungan antara ayah dan anak itu dalam. Darah lebih kental daripada air. Anak-anak punya hati yang paling murni," kata Jiang Nan lirih, menatap Ke'er yang tertidur.

"Aku sudah lihat segalanya hari ini. Mulai sekarang, kau boleh datang setiap hari."

Mendengar itu, Jiang Nan langsung berdiri dan berkata dengan serius, "Terima kasih."

"Tapi jangan salah paham. Aku mengizinkan kau datang hanya untuk Ke'er. Kau boleh memberinya obat setiap hari. Itu saja. Kita buat perjanjian."

Lin Ruolan menulis perjanjian di atas kertas dan menyerahkannya pada Jiang Nan.

Tanpa ragu, Jiang Nan menandatanganinya tanpa membacanya.

Ruolan terkejut.

"Karena kau sudah menandatangani, aku akan menjelaskannya."

"Ke'er membutuhkan seorang ayah. Untuk sementara, kau akan memainkan peran itu. Setelah dia dewasa dan menjalani operasi, kau harus pergi."

"Selama periode ini, kau harus patuh padaku. Jaga jarak satu meter dariku. Peranmu hanya sebagai ayah Ke'er—bukan yang lain. Jika aku merasa kau melanggar batas, kau takkan pernah melihat Ke'er lagi."

Jiang Nan menatapnya dengan penuh tekad. "Selama aku bisa bersama Ke'er, aku rela melakukan apa pun. Aku tak bisa hadir dalam hidupnya sebelumnya, tapi aku akan menemaninya sampai akhir hayatnya."

"Baik. Lakukan seperti yang kukatakan."

Malam itu, saat Jiang Nan meninggalkan apartemen Lin Ruolan, ia melihat sebuah mobil militer menunggunya di depan gerbang. Bailing, bawahannya, berdiri di samping.

"Tuan, sudah larut. Mari kita kembali," kata Bailing.

"Ayo. Antar aku ke asrama perusahaan Ruolan."

Sepanjang jalan, Jiang Nan menatap keluar jendela, menatap malam Kota Selatan yang sudah banyak berubah selama bertahun-tahun. Tapi ia tahu, kedatangannya akan membawa perubahan lebih besar lagi


#dewaperang #ayahkudewaperang #noveldewaperang #novelterjemahan #novelterbaru #novelterjemahanterbaru


.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama